METRO INDEPENDEN – Dilansir dari nasionalisme.co, adalah sosok IGB Ngurah Makertiharta yang merupakan akademisi Reaksi Kimia dan Katalis Institut Teknologi Bandung, berhasil mengolah minyak sawit menjadi bensin di Bandung pada 1 Mei 2019. “Mereka panik setelah kita bisa mengubah minyak sawit menjadi bahan bakar dan CPO kita serap sendiri,” ujarnya.
Prof. Subagjo dan minyak nabati hasil penelitian bersama para pakar ITB [sumber gambar]Merujuk data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), produksi CPO di tahun 2018 mencapai 43 juta ton. Hal ini pun menjadi rekor terbaru sekaligus mengalahkan hasil sebelumnya pada 2017 yang sebesar 28 juta ton. Tak salah bisa Indonesia masuk sebagai salah satu negara produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia. Dengan adanya temuan baru yang bisa diubah menjadi bensin berkualitas tinggi, tentu menjadi nilai tambah bagi produk tersebut.
Penelitian tentang minyak sawit ini, sejatinya telah dirintis sejak 35 tahun silam oleh Prof. Subagjo dan para pakar di Teknik Kimia. Bersama dengan sejumlah mahasiswa program studi Teknik Kimia S1, S2, dan S3 di ITB, para ilmuwan cerdas itu melakukan beberapa penelitian dan pengembangan formula. Bahan bakar nabati yang dihasilkan dari teknologi yang ada bersifat drop-in, di mana bahan bakar ini dapat dipakai dalam mesin secara langsung tanpa harus dicampur dengan BBM dari fosil.
Bakal siapkan laboratorium khusus untuk menunjang penelitian yang adas
Bahkan, setelah melewati serangkaian pengujian, minyak sawit yang telah diolah dengan katalis hasilnya sangat persis, dengan senyawa yang ada pada energi fosil. Nantinya, produk turunan berupa energi yang dihasilkan ini akan diberi nama sesuai dengan jenis nya, yaitu bensin menjadi bensin nabati, diesel menjadi diesel nabati dan avtur juga jadi avtur nabati.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Komisi Eropa telah memutuskan bahwa kelapa sawit bakal dijegal d Benua Biru itu karena dianggap mengakibatkan deforestasi berlebihan, sehingga penggunaannya dalam bahan bakar transportasi harus dihapuskan. Sesuai rencana, hal tersebut akan dilakukan secara bertahap pada 2019 hingga 2023 dan dikurangi menjadi nol pada 2030. Peraturan inilah yang sempat mendapat penolakan keras dari negara-negara penghasil kelapa sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOC) terutama dimotori Indonesia dan Malaysia.( TEAM )