Bernyali! Industrinya Diramal Suram, Saham Batu Bara Diburu

BISNIS, NASIONAL7 Dilihat

Metro independen – Mayoritas harga saham produsen batu bara bergerak naik pada perdagangan sesi II Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini (5/12/2019) meskipun harga batu bara global masih mencatatkan tren penurunan.

Pada pukul 13:45 WIB tercatat setidaknya ada 7 penambang batu bara domestik besar yang mencatatkan penguatan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) memimpin karena berhasil melesat 6,62% menjadi Rp 1.450/unit saham. Ini membuat ADRO menduduki posisi top

Selain itu harga saham PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) juga naik 4,72% ke Rp 266/unit saham, saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menguat 2,99% ke Rp 69/unit saham, saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menguat 2,85% menjadi Rp 2.530/unit saham.

Kemudian saham PT Indika Energy Tbk (INDY) tercatat aik 2,79% ke Rp 1.105/unit saham, saham PT Mitrabara Adiperdana Tbk (MBAP) naik 0,78% ke Rp 1.935/unit saham, dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) menguat 0,74% ke level Rp 10.275/unit saham.
Sementara itu harga saham PT Harum Energy Tbk (HRUM) dan PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) melemah dengan masing-masing terkoreksi sebesar 1,52% dan 1,92%. Sedangkan saham PT Toba Bara Sejahtera Tbk (TOBA) bergerak stagnan di Rp 358/unit saham.

Sebagian besar saham produsen batu bara menguat saat pada penutupan perdagangan kemarin (4/12/2019) harga batu bara kontrak berjangka di bursa ICE Newcastle turu 1,43% menjadi US$ 68,7/ton. Selain itu, dari grafik di bawah ini terlihat belum ada indikasi pemulihan harga batu bara.

Perkembangan tersebut, tampaknya menjadi salah satu alasan mengapa Fitch Ratings (Fitch) merevisi turun harga batu bara untuk tahun depan. Untuk batu bara Qinghuangdao dengan kalori sebesar 5.500 kcal/kg diperkirakan berada di US$ 80/ton.

READ  Buruan Isi Nomor KTP dan KK Bantuan Langsung Tunai (BLT) Rp 3,55 Juta Langsung Ditransfer Pemerintah Pusat.

Sementara itu untuk batu bara Newcastle Australia dengan kalori 6.000 kcal/kg diprediksi menyentuh harga US$ 73/ton. Harga batu bara diprediksi turun dari sebelumnya masing-masing US$ 86/ton dan US$ 73/ton.

Direktur Eksekutif Asosiasi Penambang Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia pun mengamini prediksi Fitch tersebut.

Menurut Hendra harga batu bara tertekan karena kondisi pasar masih oversupply alias terdapat kelebihan pasokan. Terlebih lagi, proporsi oversupply di pasar global paling banyak berasal dari Ibu Pertiwi.

“dengan situasi pasar yang masih oversupply, supply lebih besar dari demand, diperkirakan tekanan harga masih akan berlanjut ke 2020. Jadi kita lihat di 2020, more or less seperti 2019, bahkan bisa lebih rendah,” tegas Hendra.( Team )